BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belajar merupakan suatu
proses yang kompleks yang salah satunya ditandai dengan adanya perubahan
tingkah laku, bersifat relatif permanen, dan prosesnya ditandai dengan adanya
interaksi dengan lingkungan sekitar antara pebelajar baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial budayanya. Berkaitan dengan hasil dari belajar yang
dialami salah satu teori belajar yang sering diterapkan dalam dunia pendidikan
yakni teori belajar behavioristik.
Pengetahuan mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu, begitupun halnya dengan pendidikan. Manusia
memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber antara lain pengalaman pribadi,
pendapat ahli, tradisi, intuisi, penalaran, dan keyakinannya. Dari penjelasan
ini pengetahuan merupakan segala sesuatu yang ditangkap oleh manusia mengenai
obyek sebagai hasil dari proses mengetahui baik melalui indera maupun melalui
akal.
Perkembangan
pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai teori belajar, karena
pengetahuan salah satunya diperoleh melalui belajar sehingga tidak mustahil
jika bermunculan teori-teori belajar antara lain teori belajar kognitivisme,
humanistik, behaviorisme, dan lain-lain yang memiliki kelemahan dan kelebihan
masing-masing.
Mencermati berbagai
teori-teori belajar dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Salah satu teori
belajar yang adalah teori belajar sosial (social
learning theory) dari Albert Bandura (1986) yang menjelaskan hubungan timbal
balik yang saling berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan lingkungan.
Berdasarkan teori ini, kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh
terhadap perilaku kita. Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam
kehidupan sosial kita sehari-hari. Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian
kita.
Teori belajar sosial
ini akhirnya melatarbelakangi pembelajaran observasional (observational learning) yang intinya adalah bahwa sebagian besar manusia belajar
melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti
dari teori pembelajaran ini adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling
penting dalam pembelajaran terpadu.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, kami mengambil beberapa
rumusan masalah diantaranya:
1.
Bagaimana pengertian pembelajaran observasional
(observational learning)?
2.
Bagaimana konsep teori peniruan dalam pembelajaran
observasional?
3.
Bagaimana proses pembelajaran observasional?
4.
Bagaimana konsep pengaturan diri (Self Regulation) dalam pembelajaran observasional?
5.
Bagaimana belajar vicarious dalam pembelajaran
observasional?
6.
Bagaimana teori belajar yang melandasi pembelajaran
observasional?
7.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan pembelajaran
observasional?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, kami
mengambil beberapa tujuan penulisan diantaranya:
1.
Untuk mengetahui pengertian pembelajaran
observasional (observational learning).
2.
Untuk mengetahui konsep teori peniruan dalam
pembelajaran observasional.
3.
Untuk mengetahui proses pembelajaran observasional.
4.
Untuk mengetahui konsep pengaturan diri (Self Regulation) dalam pembelajaran observasional.
5.
Untuk mengetahui belajar vicarious dalam
pembelajaran observasional.
6.
Untuk mengetahui teori belajar yang melandasi
pembelajaran observasional.
7.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
pembelajaran observasional.
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, beberapa manfaat dari
penulisan makalah ini diantaranya adalah:
1.
Sebagai bahan bacaan baik mahasiswa,
guru, maupun orang lain yang peduli terhadap dinamika permasalahan kehidupan
khusunya pengembangan pendidikan dalam pembelajaran.
2.
Sebagai bahan rujukan bagi calon
peneliti untuk memilih dan membuat skenario pembelajaran yang cocok dilakukan pada
saat di kelas.
3.
Sebagai referensi baik mahasiswa, guru,
maupun orang lain untuk memperkaya khasanah pengetahuannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembelajaran
Observasional
Menurut
Uno (2005) istilah Observational Learning
(pembelajaran observasional) kadang disinonimkan dengan learning trough imitation (belajar dengan peniruan). Imitasi adalah
peniruan perilaku yakni meniru perilaku seseorang dimana perilaku yang ditiru
tersebut merupakan suatu pola tertentu. Tokoh utama teori ini adalah Albert
Bandura yang memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis
dari stimulus melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Sedangkan menurut woolfolk (dalam Uno, 2005) observational learning adalah belajar
dengan mengamati dan meniru orang lain (learning
by observation and imitation of others). Dimana seseorang akan mengamati
kemudian meniru perilaku orang lain yang dianggapnya baik (model) yang akhirnya akan membentuk perubahan perilaku dan kepribadian
orang tersebut.
Belajar observasional mungkin menggunakan imitasi
atau mungkin juga tidak. Misalnya pada saat mengendarai mobil di jalan Anda
mungkin melihat mobil di depan Anda menabrak tiang, dan berdasarkan observasi
ini Anda mungkin akan berbelok untuk menghindarinya agar tidak ikut menabrak.
Apa yang Anda pelajari, menurut Bandura adalah informasi yang diproses secara
kognitif dan Anda bertindak berdasarkan informasi ini demi kebaikan diri Anda.
Jadi belajar observasional lebih kompleks dibandingkan imitasi sederhana yang
hanya berupa menirukan tindakan orang lain.
B.
Konsep
Teori Peniruan dalam Pembelajaran Observasional
Ada
dua pelaku utama dalam observational
learning yakni pengamat (observer)
dan orang yang ditiru (model). Model
adalah apa saja yang menyampaikan informasi, seperti orang, film, televisi,
pameran, gambar, dan instruksi. Belajar
dengan mengamati perilaku model memainkan peranan penting sebagai karakteristik
dari teori belajar kognitif sosial. Dalam proses ini seseorang mengalami proses belajar yang muncul sebagai fungsi dari pengamatan, penguasaan dan,
dalam kasus proses belajar imitasi, peniruan perilaku orang lain. Jenis belajar
ini banyak diasosiasikan dengan penelitian Albert
Bandura.
Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa
telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain. Menurut Bandura,
sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun
penyajian. Dalam hal ini
orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh
bagi anak-anak untuk
menirukan tingkah lakunya.
1.
Dua puluh tahun berikutnya, Albert
Bandura dan Richard Walters (1959, 1963) telah melakukan eksperimen pada anak–anak
yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa
peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang
yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus. Proses
belajar semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran
melalui pengamatan.
Untuk menjadi model diperlukan konsekuensi
yang dapat diterima oleh pengamat, hal ini menyangkut karakteristik atau
atribut dari orang yang dijadikan model. Makin mirip karakteristik seorang
model denga pengamatnya maka makin besar kemungkinan bahwa tindakannya akan
memberikan hasil untuk ditiru dan dilakukan oleh pengamat. Akan tetapi apabila
model memiliki status, kompetensi, dan kekuasaan lebih tinggi dari pengamat
akan memberikan hasil peniruan yang kurang. Dalam hal ini bilai fungsional
berdasarkan penampilan fisik dan kemampuan model akan menyebabkan pengamat
meniru dan mencontoh dari perilaku sang model tersebut. Berikut disajikan beberapa
kombinasi dari status model dan konsekuensi seorang model terhadap peniruan.
Status
Model
|
Konsekuensi
|
Kemungkinan
untuk Ditiru
|
Lebih tinggi dari pengamat
|
Tidak teramati
|
Cukup tinggi
|
Sama dengan pengamat
|
Positif
|
Cukup tinggi
|
Sama dengan pengamat
|
Negatif
|
Peniruan segera berhenti
|
Lebih rendah dari pengamat
|
Apapun
|
Hanya sedikit pengaruhnya
|
Adapun jenis–jenis peniruan diantaranya:
1.
Peniruan Langsung
Peniruan langsung dikembangkan berdasarkan teori
pembelajaran sosial Albert
Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase
dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi
bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah
laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh: Meniru gaya
penyanyi yang disukai
2.
Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau
perhatian secara tidak langsung. Contoh: Meniru watak yang dibaca dalam buku,
memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3.
Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan
tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh:
Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai dari buku yang dibacanya.
4.
Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi
tertentu saja.
Contoh: Meniru
Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5.
Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi
apapun.
Contoh :
Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Menurut
Bandura (1986) ada lima hal yang dapat dipelajari seseorang sebagai pengamatan
terhadap model, yaitu sebagai berikut:
1.
Pengamat dapat mempelajari keterampilan
kognitif, afektif, dan psikomotor yang baru dengan cara memperhatikan (attention) bagaimana orang tersebut
melakukan hal tersebut. Misalnya seorang anak yang memperhatikan gurunya dalam
menyelesaikan soal mencari kemolaran suatu larutan NaCl sebanyak 2 mol dalam
500 ml larutan, seorang anak memperhatikan gurunya pada saat menggerak-gerakkan
Erlenmeyer pada titrasi larutan
2.
Pengamatan terhadap model dapat
menguatkan atau melemahkan berbagai halangan untuk pengamat melakukan perilaku
yang sama. Dengan kata lain, pengamat belajar apa yang boleh dan tidak boleh ia
lakukan. Jika ia memperhatikan seorang model melakukan sesuatu perilaku,
pengamat dapat menentukan:
a.
Apakah ia memilih kemampuan untuk
melakukan perilaku tersebut
b.
Apakah model tersebut mendapat hadiah (reward) atau sanksi stetelah
memperagakan hal tersebut, atau
c.
Apakah pengamat akan mengalami
konsekuensi yang sama apabila ia memperagakan perilaku yang sama
Jika seseorang pengamat
menentukan untuk tidak memperagakan suatu perilaku setelah melihat seseorang
model menderita konsekuensi negatif setelah melakukan hal yang sama maka dampak
peniruan yang seperti ini disebut pencegahan (inhibitor). Akan tetapi dapat saja terjadi bahwa pengamat yang
sama menjadi lebih berani melakukan hal di atas setelah ia melihat model yang
sama melakukan hal itu tanpa mengalami konsekuensi yang tidak menyenangkan.
Contohnya pada saat ujian siswa menuliskan rumus senyawa asam sulfat dengan
cara H2SO4 kemudian disalahkan oleh gurunya kemudian ia melihat temannya
menulis asam sulfat dengan cara H2SO4 maka kemudian siswa
pertama akan menuliskan asam sulfat seperti temannya yang kedua jika pada saat
ujian ada soal yang serupa.
3.
Para model dapat pula bertindak sebagai
penganjur umum (social prompts) atau
pendorong bagi para pengamat. Dengan perkataan lain para pengamat dapat belajar
apa keuntungan dari melakukan suatu perbuatan. Ini terutama untuk perbuatan-perbuatan
yang bermanfaat. Contohnya ketua OSIS menganjurkan agar siswa tidak
membudayakan lagi senior yang mem-bully juniornya, maka kemungkinan siswa lain
akan mencontoh perilakunya.
4.
Dengan memperhatikan model, pengamat
dapat belajar bagaimana memanfaatkan lingkungan sekitar serta benda-benda yang
ada di dalamnya. Contohnya siswa yang ingin mempelajari rantai hidrokarbon, siswa
mungkin tidak terpikir untuk membuat rantai hidrokarbon dengan menggunakan batang
bambu dan biji-bijian yang ada disekitarnya sebelum melihat orang lain
melakukan hal yang sama.
5.
Melihat model mengekspresikan
reaksi-reaksi emosional dapat membangkitkan rangsangan pengamat untuk
mengekspresikan reaksi emosional yang sama. Contohnya pada saat guru mengajar
dengan murung maka kemungkinan siswa yang melihat gurunya ini akan murung juga
dan sebaliknya guru yang semangat dan ceria maka siswa yang diajar juga akan
semangat dan ceria.
C. Proses
Pembelajaran Observasional
Adapun proses berlangsungnya observation learning terjadi
dalam dua tahap (Bandura dalam Uno,2005) yaitu:
1.
Proses
akuisisi yakni mendapatkan suatu perilaku, dan
2.
Proses performance yaitu dapat atau tidaknya
menampilkan perilaku yang telah diamati
Proses akuisisi memiliki tiga komponen yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Selective
attention
|
Coding
|
Retention
|
Model (input)
|
Step
1
|
Step
1
|
Step
1
|
Tahap-tahap tersebut sesuai dengan yang
dipaparkan oleh Bell Gredler (1994) yang menyatakan bahwa individu belajar
memperoleh tingkah laku baru dengan jalan mengamati model dan melakukan
tindakan sendiri. Proses kognitif ini mengabstraksikan informasi dari berbagai
tingkah laku hasil amatan kemudian disimpan dalam memori dan kemudian dapat
ditampilkan dalam situasi yang lain.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses pembelajaran dengan pengamatan terhadap model, yaitu:
1.
Memberikan
perhatian (Attention)
Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali
jika ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model kemudian ia
benar-benar memahaminya. Ini tergantung pada seberapa sederhana dan mencolok perilaku
yang diperagakan itu. Perilaku yang lebih sederhana dan lebih mencolok akan
lebih mudah diperhatikan daripada yang tidak jelas. Selain itu ini juga
tergantung apakah si pengamat siap untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang
diperagakan itu, teritama ketika banyak hal lain yang seolah-olah berebut untuk
mendapatkan perhatian si pengamat.
Proses memperhatikan model ini tergantung sebagian kepada relevansi
perilaku tersebut di mata si pengamat. Misalnya saat seorang calon guru harus
praktik mengajar. Sebelum praktik biasanya ia diajibkan memperhatikan saat guru
kelas tempatnya berpraktik tersebut mengajar. Saat calon guru ini bertindak
sebagai pengamat ia memperhatikan guru kelas yang bertindak sebagai model,
mingkin ia akan memperhatikan perilaku yang kurang penting karena sepanjang
saat yang sama ada banyak perilaku mengajar yang diperagakan oleh guru kelas
tersebut. Akan tetapi mungkin memberi perhatian pada semua perilaku guru
tersebut jauh lebih banyak daripada murid-murid yang diajar oleh sang guru
karena mengganggap bahwa semua perilaku guru tersebut akan sangat relevan bagi
kariernya sebagai seorang guru nantinya.
Dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian dari para siswa jika guru
menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik (misalnya dengan berkata:
“Nah perhatikan bagaimana Ibu menyatakan jumlah atom pada saat sebelum dan
setelah reaksi berlangsung”). Perhatian siswa juga akan diperoleh dengan
menggunakan hal-hal yang baru, aneh, atau tidak terduga dan dengan memotivasi
siswa agar menaruh perhatian (misalnya dengan berkata, “Dengarkan dan
perhatikan baik-baik karena ini akan muncul dalam ujian pekan depan”)
Proses memberi perhatian juga tergantung pada kegiatan apa dan siapa
modelnya yang bersedia untuk diamati. Sebagai contoh seseorang akan lebih
memperhatikan dan meniru tindakan kasar dan agresif jika selalu dikelilingi
oleh tindakan yang demikian daripada jika sifat agresif jarang dijimpai dalam
lingkungannya. Doronthy Law Nolte dalam Rahmat (1998) mengatakan bahwa jika
anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, jika ia dibesarkan dengan
permusuhan, maka ia belajar berkelahi.
Perilaku yang diamati tersebut harus menghasilkan dampak yang dapat
ditangkap oleh panca indera. Tindakan-tindakan yang tidak memiliki nilai yang
bermanfaat (functional value), yang
tidak menimbulkan hasil yang nyata atau berguna untuk berurusan dengan lingkungan sekitar, biasanya akan
diabaikan. Umumnya orang hanya memberi sedikit sekali perhatian terhadap apa
yang dilihatnya setiap hari terutama jika mereka berpendapat bahwa hal-hal
tersebut tidak memiliki manfaat yang nyata.
Penerapan teori kognitif sosial dalam proses
pembelajaran di sekolah untuk mendapatkan perhatian siswa pada proses
pembelajaran dari model para guru sebaiknya mengusahakan beberapa hal berikut:
a.
Menekankan
bagian-bagian penting dari perilaku yang akan dipelajari untuk memusatkan
perhatian siswa
b.
Membagi
kegiatan yang besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
c.
Memperjelas
keterampilan-keterampilan yang menjadi komponen suatu perilaku
d.
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan hasil pengamatan mereka begitu
mereka selesai suatu topik
2.
Model
yang menarik (Attractive Model)
Seperti yang biasa kita tahu bahwa iklan di televisi maupun di media di
desain sehingga dapat menarik perhatian. Televisi maupun film merupakan salah
satu sarana untuk menarik perhatian (attention
getting device) yang sangat efektif untuk tujuan modeling perilaku.
Sebagai contoh untuk membantu mengurangi atau mencegah perkelahian
anatar siswa mungkin dapat dilakukan pada iklan layanan masyarakat di televisi
yang dibintangi oleh tokoh-tokoh yang disukai para remaja. Tokoh tersebut
berusaha menganjurkan agar para siswa tidak berkelahi.
3.
Menyimpan
dalam ingatan (Retention)
Belajar observasional terjadi berdasarkan kontiguitas. Dua kejadian contiguous yang diperlukan adalah
perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dalam penampilan itu
dalam memori jangka panjang. Bandura mengemukakan bahwa peranan kata-kata,
nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan yang
dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku sangatlah penting.
Setelah perilaku diamati, pengamat harus dapat mengingat apa yang telah
dilihatnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberi kode dari informasi yang
telah didapatkannya menjadi bentuk gambar mental (mental picture) atau menjadi simbol-simbol verbal yang kemudian
disimpan dalam ingatannya. Akan sangat membantu apabila kegiatan yang akan
ditiru segera diulang atau dipraktikkan setelah pengamatan selesai. Dalam
mempraktikkan perilaku dapat dilakukan secara fisik tetapi dapat juga dilakukan
secara kognitif yaitu dengan membayangkan atau memvisualisasikan perilaku
tersebut dalam pikirannya.
4.
Produksi
(Production)
Dalam fase ini, bayangan atau kode-kode simbolik verbal dalam memori
membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh. Fase produksi
mengizinkan model atau instruktur melihat apakah komponen suatu urutan perilaku
telah dikuasai oleh yang belajar atau ada kalanya hanya sebagian dari suatu
urutan perilaku yang diberi kode yang benar dimiliki. Sehingga kekurangan
penampilan hanya dapat diketahui apabila siswa-siswa diminta untuk menampilkan,
itulah mengapa fase produksi diperlukan.
Adanya umpan balik yang bersifat memeperbaiki untuk membentuk perilaku
yang diinginkan sangatlah penting. Umpan balik ini dapat berupa penguatan (reinforcement) maupun hukuman (punishment). Umpan balik ini bukan
hanya dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dalam penampilan tetapi yang
lebih penting ialah ditujukan pada aspek-aspek yang salah pada penampilan
sehingga dapat memberitahu siswa tentang respons yang tidak tepat sebelum
berkembang menjadi kebiasaan yang tidak diinginkan. Umpan balik seperti ini
jangan dianggap sebagai hukuman sehingga umpan balik yang sedini mungkin dalam
fase reproduksi merupakan variabel penting dalam perkembangan penampilan
keterampilan pada yang diajarkan.
5.
Motivasi
(Motivation)
Pembelajaran melalui pengamatan menjadi
efektif apabila pengamat memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan
tingkah laku modelnya. Pemerhatian mungkin memudahkan orang lain untuk menguasai
tingkah laku tertentu, namun jika motivasi untuk itu tidak ada maka proses
perubahan tingkah laku tidak ada.
D.
Konsep
Pengaturan Diri Sendiri (Self Regulation)
dalam Pembelajaran Observasional
Dalam belajar
observasional terdapat suatu konsep penting yaitu pengaturan diri sendiri (self regulation). Bandura berhipotesis
bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu
terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya
sendiri. Seorang siswa mungkin sudah sangat gembira bila mendapatkan nilai 90
dari suatu tes namun siswa lain mungkin masih merasa kecewa.
Respon-respon
kognitif kita terhadap perilaku diri kita sendiri mengizinkan kita untuk
mengatur diri kita sendiri. Dengan mengamati, kita mengumpulkan data-data
tentang respons-respons kita. Melalui standar-standar penampilan yang telah
diinternalisasi yang kerap kali dipelajari melalui observasi, kita
pertimbangkan perilaku kita. Dengan memberi hadiah atau hukuman kita dapat
mengendalikan perilaku diri kita sendiri secara efektif, kita tidak perlu
dikendalikan oleh kekuatan lingkungan atau keinginan yang datang dari dalam.
Kita dapat belajar menjadi manusia sosial yang berkepribadian sehingga kita
dapat menjadi guru maupun siswa yang lebih baik.
Berdasarkan
perspektif teori kognitif sosial, kebanyakan perilaku individu dikendalikan
oleh pemantapan yang diberikan pada dirinya sendiri (self imposed reinforcement). Reaksi diri terhadap keberhasilan
atau kegagalan mencapai standar yang ditetapkan disebut sebagai pengaturan diri
(self regulation). Hal ini ditegaskan
oleh Bandura (1996) proses pengaturan diri terhadap perilaku terbagi atas tiga
komponen proses yaitu:
1.
Observasi diri (self observation)
2.
Penilaian (judgmental), dan
3.
Reaksi diri (self response)
E. Belajar
Vicarious dalam Pembelajaran Observasional
Sebagian besar belajar observasional
termotivasi oleh harapan bahwa meniru model akan menuju pada reinforcement. Akan tetapi ada orang
yang belajar dengan melihat orang diberi reinforcement
atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang
disebut “Vicarious” yakni
pembelajaran yang berlangsung melalui pengamatan yang dapat terjadi melalui
kondisi yang dialami orang lain.
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious. Bila seorang siswa
berkelakuan baik atau melakukan pekerjaan dengan baik maka guru akan memuji
anak tersebut sehingga anak yang tidak mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik
akan kembali bekerja dengan baik karena melihat teman mereka memperoleh
reinforcement berupa pujian ketika mereka melakukan pekerjaan yang baik.
Seperti yang telah dikatakan bahwa pengamatan terhadap
perilaku yang diperagakan oleh model akan mendorong pengamat akan meniru
perilaku tersebut. Pilihan untuk meniru suatu perilaku yang diperagakan oleh
model sering tergantung pada apakah pengamat melihat sang model mendapat reinforcement berupa reward, punishment, motivation, emotion
setelah memperagakan suatu model.
2.
Vicarious reinforcement (reward)
Hasil riset menunjukkan bahwa dampak pemodelan yang
mendapat penguatan berupa reward ternyata lebih efektif daripada sekedar
modeling saja tanpa suatu penghargaan apapun. Efek dari vicarious reinforcement ini sangat memainkan peranan penting pada
situasi-situasi dimana cukup sulit untuk menilai kualitas dari suatu perilaku.
Contohnya siswa melihat temannya dipuji saat berpakaian rapi, maka karena ingin
dipuji juga maka siswa tersebut mengikuti siswa yang berpakaian rapi juga.
3.
Vicarious punishment
Apabila para model melakukan tindakan yang berkonsekuensi
negatif maka kecenderungan pengamat akan berkurang perhatiannya. Hal ini
ditegaskan oleh Bandura (1986) bahwa apabila pengamat melihat perilaku yang
menghasilkan hukuman maka kecil kemungkinannya perilaku tersebut ditiru
dibandingkan dengan jika mereka melihat perilaku yang mendapatkan penghargaan.
Karena itu sebaiknya para murid sebaiknya diajarkan mengenai larangan yang
harus dipatuhi dengan cara menunjukkan konsekuensi negatif apabila larangan itu
dilanggar. Penting untuk diperhatikan apabila ada tindakan terlarang dilanggar
sebaiknya tidak dibiarkan tanpa konsekuensi hukuman karena hal ini akan
menimbulkan disinhibitor yang akan
ditirunya dengan melakukan tindakan pelanggaran tersebut oleh siswa lain.
Contohnya siswa yang melihat siswa lain dihukum akibat datang terlambat maka ia
tidak akan mengikuti siswa yang terlambat tersebut.
4.
Vicarious motivation
Dalam pengamtan terhadap model, pengamat tidak hanya
mendapat dari informasi yang diamati tetapi juga dapat memotivasi mereka jika
konsekuensi perilaku tersebut memiliki nilai khusus yang berharga bagi
pengamat. Jadi suatu perilaku model yang diamati dan menghasilkan nilai yang
berharga maka pengamat akan termotivasi untuk meniru perilaku tersebut. Contoh
siswa di dalam kelas memperhatikan siswa lain yang melakukan usaha belajar
keras yang terus menerus dan akhirnya mendapatkan hasil prestasi yang baik,
maka akan memotivasi pada diri pengamat akan manfaat dari sebuah ketekunan
dalam belajar.
5.
Vicarious emotion
Banyak emosi yang didapat melalui pengamatan terhadap
model. Pengamat dapat terangsang dan kemudian mengkomunikasikan perasaan
tersebut melalui suara, posisi tubuh/kinestetik, ekspresi raut wajah sebagai
perilaku tambahan dari apa yang mereka katakana. Hal ini merupakan pengalaman
langsung dari pengamatan sehingga menimbulkan emosi yang sama seperti yang
ditunjukkan oleh model.
F. Teori
Belajar yang Melandasi Pembelajaran Observasional
Teori belajar yang melandsi pembelajaran observasional adalah teori
belajar sosial dari Albert Bandura. Teori belajar sosial merupakan perluasan
teori belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembankan oleh Albert
Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar
perilaku tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek isyarat pada
perilaku dan proses mental internal. Sehingga dalam teori belajar sosial kita
akan menggunakan penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan kognitif
internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Menurut teori
ini, melalui orservasi tentang dunia sosial kita dan melalui interpretasi
kognitif dari dunia itu, banyak sekali informasi dan penampilan keahlian
kompleks yang dapat dipelajari.
Menurut Bandura (dalam Dahar, 2011) dalam pandangan belajar sosial,
manusia tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipukul
oleh stimulus-stimulus lingkungan. Namun fungsi psikologis diterangkan sebagai
interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan pribadi dan determinan
lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang
dihadapkan pada seseorang tidak random namun lingkungan itu kerap kali dipilih
dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial
menganalisis suatu hubungan kontinu antara variabel-variabel lingkungan,
ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Perspektif ini
menyediakan interpretasi-interpretasi bagaimana kita mengatur perilaku kita
sendiri.
G.
Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Observasional
1.
Kelebihan Pembelajaran Observasional
a.
Mereduksi
dan mengeliminasi hambatan, misalnya seseorang yang takut ular, melihat orang
lain dengan mudah memegang dan menyentuh ular kemudian si pengamat berpikir bahwa
ular bukan hewan yang terlalu menakutkan sehingga kemudian ia akan berani
memegang ular.
b.
Dapat
membantu orang, terutama anak-anak dalam memperoleh tanggapan atau keahlian baru
hanya dengan mengamati perilaku orang lain
c.
Pembelajaran
observasional memunculkan adanya variasi dalam belajar, dimana pembelajaran
dapat berlangsung dengan interaksi kita dengan lingkungan.
d.
Pembelajaran
observasional merangsang kreativitas pengamat dalam mengadopsi kombinasi
berbagai karakteristik atau gaya yang diperlihatkan oleh model
e.
Menghambat
dan memfasilitasi respons, jika melihat orang lain menerima hukuman jika ia
berkelahi maka akan mencegah pengamat melakukan hal yang sama, di sisi lain
pada saat pengamat melakukan proses pengamatan memungkinkan pengamat melakukan
respons yang sama dengan model.
2.
Kekurangan Pembelajaran Observasional
a.
Teknik pemodelan
pembelajaran observasional adalah mengenai
peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
b.
Jika manusia
belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan, sudah
pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan
meniru tingkah laku yang tidak
diinginkan, termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Observational
learning adalah belajar dengan mengamati. Dimana dalam mengamati model tertentu
terjadi proses kognitif dalam orang ini kemudian akan membentuk perubahan
perilaku dan kepribadian orang tersebut.
Perilaku
peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika
kita meniru orang lain. Sebagian besar
tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian. Macam-macam peniruan diantaranya: peniruan langsung,
peniruan tidak langsung, peniruan gabungan, peniruan sesaat/seketika dan peniruan
berkelanjutan.
Proses berlangsungnya observation learning
terjadi dalam dua tahap yaitu proses akuisisi dan proses performance. Dalam
belajar observasional terdapat suatu konsep penting yaitu pengaturan diri
sendiri (self regulation). Bandura
berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan
perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya
sendiri. Teori belajar yang
melandasi pembelajaran observasional adalah teori belajar sosial dari Albert
Bandura yang mengatakan bahwa faktor kognitif, perilaku dan lingkungan memainkan
peranan penting dalam pembelajaran.
Kelebihan Pembelajaran
Observasional
a.
Dapat
membantu orang memperoleh tanggapan baru
b.
Memunculkan
adanya variasi dalam belajar
c.
Merangsang
kreativitas pengamat
Kekurangan Pembelajaran
Observasional
c.
Memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
d.
Pengamat
juga akan meniru
tingkah laku yang tidak
diinginkan
B.
Saran
Kepada
pada pendidik yang ingin menerapkan pembelajaran observasional agar
memperhatikan orang atau sesuatu yang dijadikan model agar lebih menonjolkan
hal-hal yang positif dan semampunya mengurangi hal-hal yang negatif sehingga
perilaku yang tidak diinginkan tidak kemudian ditiru oleh pengamat.
DAFTAR
PUSTAKA
Dahar,
R.W. 2011. Teori-Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta:Erlangga
Ruthirda.2012.Theory of Learning (Albert
Bandura). file:///C:/Users/user/Downloads/observational%20lerning/_%20%20Theory%20of%20Learning%20(Albert%20Bandura).html. Diakses Selasa, 25 Maret 2014 pukul 08.31 AM.
Uno,H.B.
2005. Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belajar merupakan suatu
proses yang kompleks yang salah satunya ditandai dengan adanya perubahan
tingkah laku, bersifat relatif permanen, dan prosesnya ditandai dengan adanya
interaksi dengan lingkungan sekitar antara pebelajar baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial budayanya. Berkaitan dengan hasil dari belajar yang
dialami salah satu teori belajar yang sering diterapkan dalam dunia pendidikan
yakni teori belajar behavioristik.
Pengetahuan mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu, begitupun halnya dengan pendidikan. Manusia
memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber antara lain pengalaman pribadi,
pendapat ahli, tradisi, intuisi, penalaran, dan keyakinannya. Dari penjelasan
ini pengetahuan merupakan segala sesuatu yang ditangkap oleh manusia mengenai
obyek sebagai hasil dari proses mengetahui baik melalui indera maupun melalui
akal.
Perkembangan
pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai teori belajar, karena
pengetahuan salah satunya diperoleh melalui belajar sehingga tidak mustahil
jika bermunculan teori-teori belajar antara lain teori belajar kognitivisme,
humanistik, behaviorisme, dan lain-lain yang memiliki kelemahan dan kelebihan
masing-masing.
Mencermati berbagai
teori-teori belajar dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Salah satu teori
belajar yang adalah teori belajar sosial (social
learning theory) dari Albert Bandura (1986) yang menjelaskan hubungan timbal
balik yang saling berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan lingkungan.
Berdasarkan teori ini, kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh
terhadap perilaku kita. Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam
kehidupan sosial kita sehari-hari. Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian
kita.
Teori belajar sosial
ini akhirnya melatarbelakangi pembelajaran observasional (observational learning) yang intinya adalah bahwa sebagian besar manusia belajar
melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti
dari teori pembelajaran ini adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling
penting dalam pembelajaran terpadu.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, kami mengambil beberapa
rumusan masalah diantaranya:
1.
Bagaimana pengertian pembelajaran observasional
(observational learning)?
2.
Bagaimana konsep teori peniruan dalam pembelajaran
observasional?
3.
Bagaimana proses pembelajaran observasional?
4.
Bagaimana konsep pengaturan diri (Self Regulation) dalam pembelajaran observasional?
5.
Bagaimana belajar vicarious dalam pembelajaran
observasional?
6.
Bagaimana teori belajar yang melandasi pembelajaran
observasional?
7.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan pembelajaran
observasional?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, kami
mengambil beberapa tujuan penulisan diantaranya:
1.
Untuk mengetahui pengertian pembelajaran
observasional (observational learning).
2.
Untuk mengetahui konsep teori peniruan dalam
pembelajaran observasional.
3.
Untuk mengetahui proses pembelajaran observasional.
4.
Untuk mengetahui konsep pengaturan diri (Self Regulation) dalam pembelajaran observasional.
5.
Untuk mengetahui belajar vicarious dalam
pembelajaran observasional.
6.
Untuk mengetahui teori belajar yang melandasi
pembelajaran observasional.
7.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
pembelajaran observasional.
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, beberapa manfaat dari
penulisan makalah ini diantaranya adalah:
1.
Sebagai bahan bacaan baik mahasiswa,
guru, maupun orang lain yang peduli terhadap dinamika permasalahan kehidupan
khusunya pengembangan pendidikan dalam pembelajaran.
2.
Sebagai bahan rujukan bagi calon
peneliti untuk memilih dan membuat skenario pembelajaran yang cocok dilakukan pada
saat di kelas.
3.
Sebagai referensi baik mahasiswa, guru,
maupun orang lain untuk memperkaya khasanah pengetahuannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembelajaran
Observasional
Menurut
Uno (2005) istilah Observational Learning
(pembelajaran observasional) kadang disinonimkan dengan learning trough imitation (belajar dengan peniruan). Imitasi adalah
peniruan perilaku yakni meniru perilaku seseorang dimana perilaku yang ditiru
tersebut merupakan suatu pola tertentu. Tokoh utama teori ini adalah Albert
Bandura yang memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis
dari stimulus melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi
antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Sedangkan menurut woolfolk (dalam Uno, 2005) observational learning adalah belajar
dengan mengamati dan meniru orang lain (learning
by observation and imitation of others). Dimana seseorang akan mengamati
kemudian meniru perilaku orang lain yang dianggapnya baik (model) yang akhirnya akan membentuk perubahan perilaku dan kepribadian
orang tersebut.
Belajar observasional mungkin menggunakan imitasi
atau mungkin juga tidak. Misalnya pada saat mengendarai mobil di jalan Anda
mungkin melihat mobil di depan Anda menabrak tiang, dan berdasarkan observasi
ini Anda mungkin akan berbelok untuk menghindarinya agar tidak ikut menabrak.
Apa yang Anda pelajari, menurut Bandura adalah informasi yang diproses secara
kognitif dan Anda bertindak berdasarkan informasi ini demi kebaikan diri Anda.
Jadi belajar observasional lebih kompleks dibandingkan imitasi sederhana yang
hanya berupa menirukan tindakan orang lain.
B.
Konsep
Teori Peniruan dalam Pembelajaran Observasional
Ada
dua pelaku utama dalam observational
learning yakni pengamat (observer)
dan orang yang ditiru (model). Model
adalah apa saja yang menyampaikan informasi, seperti orang, film, televisi,
pameran, gambar, dan instruksi. Belajar
dengan mengamati perilaku model memainkan peranan penting sebagai karakteristik
dari teori belajar kognitif sosial. Dalam proses ini seseorang mengalami proses belajar yang muncul sebagai fungsi dari pengamatan, penguasaan dan,
dalam kasus proses belajar imitasi, peniruan perilaku orang lain. Jenis belajar
ini banyak diasosiasikan dengan penelitian Albert
Bandura.
Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa
telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain. Menurut Bandura,
sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun
penyajian. Dalam hal ini
orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh
bagi anak-anak untuk
menirukan tingkah lakunya.
1.
Dua puluh tahun berikutnya, Albert
Bandura dan Richard Walters (1959, 1963) telah melakukan eksperimen pada anak–anak
yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa
peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang
yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus. Proses
belajar semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran
melalui pengamatan.
Untuk menjadi model diperlukan konsekuensi
yang dapat diterima oleh pengamat, hal ini menyangkut karakteristik atau
atribut dari orang yang dijadikan model. Makin mirip karakteristik seorang
model denga pengamatnya maka makin besar kemungkinan bahwa tindakannya akan
memberikan hasil untuk ditiru dan dilakukan oleh pengamat. Akan tetapi apabila
model memiliki status, kompetensi, dan kekuasaan lebih tinggi dari pengamat
akan memberikan hasil peniruan yang kurang. Dalam hal ini bilai fungsional
berdasarkan penampilan fisik dan kemampuan model akan menyebabkan pengamat
meniru dan mencontoh dari perilaku sang model tersebut. Berikut disajikan beberapa
kombinasi dari status model dan konsekuensi seorang model terhadap peniruan.
Status
Model
|
Konsekuensi
|
Kemungkinan
untuk Ditiru
|
Lebih tinggi dari pengamat
|
Tidak teramati
|
Cukup tinggi
|
Sama dengan pengamat
|
Positif
|
Cukup tinggi
|
Sama dengan pengamat
|
Negatif
|
Peniruan segera berhenti
|
Lebih rendah dari pengamat
|
Apapun
|
Hanya sedikit pengaruhnya
|
Adapun jenis–jenis peniruan diantaranya:
1.
Peniruan Langsung
Peniruan langsung dikembangkan berdasarkan teori
pembelajaran sosial Albert
Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase
dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi
bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah
laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh: Meniru gaya
penyanyi yang disukai
2.
Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau
perhatian secara tidak langsung. Contoh: Meniru watak yang dibaca dalam buku,
memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3.
Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan
tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh:
Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai dari buku yang dibacanya.
4.
Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi
tertentu saja.
Contoh: Meniru
Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5.
Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi
apapun.
Contoh :
Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Menurut
Bandura (1986) ada lima hal yang dapat dipelajari seseorang sebagai pengamatan
terhadap model, yaitu sebagai berikut:
1.
Pengamat dapat mempelajari keterampilan
kognitif, afektif, dan psikomotor yang baru dengan cara memperhatikan (attention) bagaimana orang tersebut
melakukan hal tersebut. Misalnya seorang anak yang memperhatikan gurunya dalam
menyelesaikan soal mencari kemolaran suatu larutan NaCl sebanyak 2 mol dalam
500 ml larutan, seorang anak memperhatikan gurunya pada saat menggerak-gerakkan
Erlenmeyer pada titrasi larutan
2.
Pengamatan terhadap model dapat
menguatkan atau melemahkan berbagai halangan untuk pengamat melakukan perilaku
yang sama. Dengan kata lain, pengamat belajar apa yang boleh dan tidak boleh ia
lakukan. Jika ia memperhatikan seorang model melakukan sesuatu perilaku,
pengamat dapat menentukan:
a.
Apakah ia memilih kemampuan untuk
melakukan perilaku tersebut
b.
Apakah model tersebut mendapat hadiah (reward) atau sanksi stetelah
memperagakan hal tersebut, atau
c.
Apakah pengamat akan mengalami
konsekuensi yang sama apabila ia memperagakan perilaku yang sama
Jika seseorang pengamat
menentukan untuk tidak memperagakan suatu perilaku setelah melihat seseorang
model menderita konsekuensi negatif setelah melakukan hal yang sama maka dampak
peniruan yang seperti ini disebut pencegahan (inhibitor). Akan tetapi dapat saja terjadi bahwa pengamat yang
sama menjadi lebih berani melakukan hal di atas setelah ia melihat model yang
sama melakukan hal itu tanpa mengalami konsekuensi yang tidak menyenangkan.
Contohnya pada saat ujian siswa menuliskan rumus senyawa asam sulfat dengan
cara H2SO4 kemudian disalahkan oleh gurunya kemudian ia melihat temannya
menulis asam sulfat dengan cara H2SO4 maka kemudian siswa
pertama akan menuliskan asam sulfat seperti temannya yang kedua jika pada saat
ujian ada soal yang serupa.
3.
Para model dapat pula bertindak sebagai
penganjur umum (social prompts) atau
pendorong bagi para pengamat. Dengan perkataan lain para pengamat dapat belajar
apa keuntungan dari melakukan suatu perbuatan. Ini terutama untuk perbuatan-perbuatan
yang bermanfaat. Contohnya ketua OSIS menganjurkan agar siswa tidak
membudayakan lagi senior yang mem-bully juniornya, maka kemungkinan siswa lain
akan mencontoh perilakunya.
4.
Dengan memperhatikan model, pengamat
dapat belajar bagaimana memanfaatkan lingkungan sekitar serta benda-benda yang
ada di dalamnya. Contohnya siswa yang ingin mempelajari rantai hidrokarbon, siswa
mungkin tidak terpikir untuk membuat rantai hidrokarbon dengan menggunakan batang
bambu dan biji-bijian yang ada disekitarnya sebelum melihat orang lain
melakukan hal yang sama.
5.
Melihat model mengekspresikan
reaksi-reaksi emosional dapat membangkitkan rangsangan pengamat untuk
mengekspresikan reaksi emosional yang sama. Contohnya pada saat guru mengajar
dengan murung maka kemungkinan siswa yang melihat gurunya ini akan murung juga
dan sebaliknya guru yang semangat dan ceria maka siswa yang diajar juga akan
semangat dan ceria.
C. Proses
Pembelajaran Observasional
Adapun proses berlangsungnya observation learning terjadi
dalam dua tahap (Bandura dalam Uno,2005) yaitu:
1.
Proses
akuisisi yakni mendapatkan suatu perilaku, dan
2.
Proses performance yaitu dapat atau tidaknya
menampilkan perilaku yang telah diamati
Proses akuisisi memiliki tiga komponen yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Selective
attention
|
Coding
|
Retention
|
Model (input)
|
Step
1
|
Step
1
|
Step
1
|
Tahap-tahap tersebut sesuai dengan yang
dipaparkan oleh Bell Gredler (1994) yang menyatakan bahwa individu belajar
memperoleh tingkah laku baru dengan jalan mengamati model dan melakukan
tindakan sendiri. Proses kognitif ini mengabstraksikan informasi dari berbagai
tingkah laku hasil amatan kemudian disimpan dalam memori dan kemudian dapat
ditampilkan dalam situasi yang lain.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses pembelajaran dengan pengamatan terhadap model, yaitu:
1.
Memberikan
perhatian (Attention)
Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali
jika ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model kemudian ia
benar-benar memahaminya. Ini tergantung pada seberapa sederhana dan mencolok perilaku
yang diperagakan itu. Perilaku yang lebih sederhana dan lebih mencolok akan
lebih mudah diperhatikan daripada yang tidak jelas. Selain itu ini juga
tergantung apakah si pengamat siap untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang
diperagakan itu, teritama ketika banyak hal lain yang seolah-olah berebut untuk
mendapatkan perhatian si pengamat.
Proses memperhatikan model ini tergantung sebagian kepada relevansi
perilaku tersebut di mata si pengamat. Misalnya saat seorang calon guru harus
praktik mengajar. Sebelum praktik biasanya ia diajibkan memperhatikan saat guru
kelas tempatnya berpraktik tersebut mengajar. Saat calon guru ini bertindak
sebagai pengamat ia memperhatikan guru kelas yang bertindak sebagai model,
mingkin ia akan memperhatikan perilaku yang kurang penting karena sepanjang
saat yang sama ada banyak perilaku mengajar yang diperagakan oleh guru kelas
tersebut. Akan tetapi mungkin memberi perhatian pada semua perilaku guru
tersebut jauh lebih banyak daripada murid-murid yang diajar oleh sang guru
karena mengganggap bahwa semua perilaku guru tersebut akan sangat relevan bagi
kariernya sebagai seorang guru nantinya.
Dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian dari para siswa jika guru
menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik (misalnya dengan berkata:
“Nah perhatikan bagaimana Ibu menyatakan jumlah atom pada saat sebelum dan
setelah reaksi berlangsung”). Perhatian siswa juga akan diperoleh dengan
menggunakan hal-hal yang baru, aneh, atau tidak terduga dan dengan memotivasi
siswa agar menaruh perhatian (misalnya dengan berkata, “Dengarkan dan
perhatikan baik-baik karena ini akan muncul dalam ujian pekan depan”)
Proses memberi perhatian juga tergantung pada kegiatan apa dan siapa
modelnya yang bersedia untuk diamati. Sebagai contoh seseorang akan lebih
memperhatikan dan meniru tindakan kasar dan agresif jika selalu dikelilingi
oleh tindakan yang demikian daripada jika sifat agresif jarang dijimpai dalam
lingkungannya. Doronthy Law Nolte dalam Rahmat (1998) mengatakan bahwa jika
anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, jika ia dibesarkan dengan
permusuhan, maka ia belajar berkelahi.
Perilaku yang diamati tersebut harus menghasilkan dampak yang dapat
ditangkap oleh panca indera. Tindakan-tindakan yang tidak memiliki nilai yang
bermanfaat (functional value), yang
tidak menimbulkan hasil yang nyata atau berguna untuk berurusan dengan lingkungan sekitar, biasanya akan
diabaikan. Umumnya orang hanya memberi sedikit sekali perhatian terhadap apa
yang dilihatnya setiap hari terutama jika mereka berpendapat bahwa hal-hal
tersebut tidak memiliki manfaat yang nyata.
Penerapan teori kognitif sosial dalam proses
pembelajaran di sekolah untuk mendapatkan perhatian siswa pada proses
pembelajaran dari model para guru sebaiknya mengusahakan beberapa hal berikut:
a.
Menekankan
bagian-bagian penting dari perilaku yang akan dipelajari untuk memusatkan
perhatian siswa
b.
Membagi
kegiatan yang besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
c.
Memperjelas
keterampilan-keterampilan yang menjadi komponen suatu perilaku
d.
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan hasil pengamatan mereka begitu
mereka selesai suatu topik
2.
Model
yang menarik (Attractive Model)
Seperti yang biasa kita tahu bahwa iklan di televisi maupun di media di
desain sehingga dapat menarik perhatian. Televisi maupun film merupakan salah
satu sarana untuk menarik perhatian (attention
getting device) yang sangat efektif untuk tujuan modeling perilaku.
Sebagai contoh untuk membantu mengurangi atau mencegah perkelahian
anatar siswa mungkin dapat dilakukan pada iklan layanan masyarakat di televisi
yang dibintangi oleh tokoh-tokoh yang disukai para remaja. Tokoh tersebut
berusaha menganjurkan agar para siswa tidak berkelahi.
3.
Menyimpan
dalam ingatan (Retention)
Belajar observasional terjadi berdasarkan kontiguitas. Dua kejadian contiguous yang diperlukan adalah
perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dalam penampilan itu
dalam memori jangka panjang. Bandura mengemukakan bahwa peranan kata-kata,
nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan yang
dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku sangatlah penting.
Setelah perilaku diamati, pengamat harus dapat mengingat apa yang telah
dilihatnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberi kode dari informasi yang
telah didapatkannya menjadi bentuk gambar mental (mental picture) atau menjadi simbol-simbol verbal yang kemudian
disimpan dalam ingatannya. Akan sangat membantu apabila kegiatan yang akan
ditiru segera diulang atau dipraktikkan setelah pengamatan selesai. Dalam
mempraktikkan perilaku dapat dilakukan secara fisik tetapi dapat juga dilakukan
secara kognitif yaitu dengan membayangkan atau memvisualisasikan perilaku
tersebut dalam pikirannya.
4.
Produksi
(Production)
Dalam fase ini, bayangan atau kode-kode simbolik verbal dalam memori
membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh. Fase produksi
mengizinkan model atau instruktur melihat apakah komponen suatu urutan perilaku
telah dikuasai oleh yang belajar atau ada kalanya hanya sebagian dari suatu
urutan perilaku yang diberi kode yang benar dimiliki. Sehingga kekurangan
penampilan hanya dapat diketahui apabila siswa-siswa diminta untuk menampilkan,
itulah mengapa fase produksi diperlukan.
Adanya umpan balik yang bersifat memeperbaiki untuk membentuk perilaku
yang diinginkan sangatlah penting. Umpan balik ini dapat berupa penguatan (reinforcement) maupun hukuman (punishment). Umpan balik ini bukan
hanya dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dalam penampilan tetapi yang
lebih penting ialah ditujukan pada aspek-aspek yang salah pada penampilan
sehingga dapat memberitahu siswa tentang respons yang tidak tepat sebelum
berkembang menjadi kebiasaan yang tidak diinginkan. Umpan balik seperti ini
jangan dianggap sebagai hukuman sehingga umpan balik yang sedini mungkin dalam
fase reproduksi merupakan variabel penting dalam perkembangan penampilan
keterampilan pada yang diajarkan.
5.
Motivasi
(Motivation)
Pembelajaran melalui pengamatan menjadi
efektif apabila pengamat memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan
tingkah laku modelnya. Pemerhatian mungkin memudahkan orang lain untuk menguasai
tingkah laku tertentu, namun jika motivasi untuk itu tidak ada maka proses
perubahan tingkah laku tidak ada.
D.
Konsep
Pengaturan Diri Sendiri (Self Regulation)
dalam Pembelajaran Observasional
Dalam belajar
observasional terdapat suatu konsep penting yaitu pengaturan diri sendiri (self regulation). Bandura berhipotesis
bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu
terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya
sendiri. Seorang siswa mungkin sudah sangat gembira bila mendapatkan nilai 90
dari suatu tes namun siswa lain mungkin masih merasa kecewa.
Respon-respon
kognitif kita terhadap perilaku diri kita sendiri mengizinkan kita untuk
mengatur diri kita sendiri. Dengan mengamati, kita mengumpulkan data-data
tentang respons-respons kita. Melalui standar-standar penampilan yang telah
diinternalisasi yang kerap kali dipelajari melalui observasi, kita
pertimbangkan perilaku kita. Dengan memberi hadiah atau hukuman kita dapat
mengendalikan perilaku diri kita sendiri secara efektif, kita tidak perlu
dikendalikan oleh kekuatan lingkungan atau keinginan yang datang dari dalam.
Kita dapat belajar menjadi manusia sosial yang berkepribadian sehingga kita
dapat menjadi guru maupun siswa yang lebih baik.
Berdasarkan
perspektif teori kognitif sosial, kebanyakan perilaku individu dikendalikan
oleh pemantapan yang diberikan pada dirinya sendiri (self imposed reinforcement). Reaksi diri terhadap keberhasilan
atau kegagalan mencapai standar yang ditetapkan disebut sebagai pengaturan diri
(self regulation). Hal ini ditegaskan
oleh Bandura (1996) proses pengaturan diri terhadap perilaku terbagi atas tiga
komponen proses yaitu:
1.
Observasi diri (self observation)
2.
Penilaian (judgmental), dan
3.
Reaksi diri (self response)
E. Belajar
Vicarious dalam Pembelajaran Observasional
Sebagian besar belajar observasional
termotivasi oleh harapan bahwa meniru model akan menuju pada reinforcement. Akan tetapi ada orang
yang belajar dengan melihat orang diberi reinforcement
atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang
disebut “Vicarious” yakni
pembelajaran yang berlangsung melalui pengamatan yang dapat terjadi melalui
kondisi yang dialami orang lain.
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious. Bila seorang siswa
berkelakuan baik atau melakukan pekerjaan dengan baik maka guru akan memuji
anak tersebut sehingga anak yang tidak mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik
akan kembali bekerja dengan baik karena melihat teman mereka memperoleh
reinforcement berupa pujian ketika mereka melakukan pekerjaan yang baik.
Seperti yang telah dikatakan bahwa pengamatan terhadap
perilaku yang diperagakan oleh model akan mendorong pengamat akan meniru
perilaku tersebut. Pilihan untuk meniru suatu perilaku yang diperagakan oleh
model sering tergantung pada apakah pengamat melihat sang model mendapat reinforcement berupa reward, punishment, motivation, emotion
setelah memperagakan suatu model.
2.
Vicarious reinforcement (reward)
Hasil riset menunjukkan bahwa dampak pemodelan yang
mendapat penguatan berupa reward ternyata lebih efektif daripada sekedar
modeling saja tanpa suatu penghargaan apapun. Efek dari vicarious reinforcement ini sangat memainkan peranan penting pada
situasi-situasi dimana cukup sulit untuk menilai kualitas dari suatu perilaku.
Contohnya siswa melihat temannya dipuji saat berpakaian rapi, maka karena ingin
dipuji juga maka siswa tersebut mengikuti siswa yang berpakaian rapi juga.
3.
Vicarious punishment
Apabila para model melakukan tindakan yang berkonsekuensi
negatif maka kecenderungan pengamat akan berkurang perhatiannya. Hal ini
ditegaskan oleh Bandura (1986) bahwa apabila pengamat melihat perilaku yang
menghasilkan hukuman maka kecil kemungkinannya perilaku tersebut ditiru
dibandingkan dengan jika mereka melihat perilaku yang mendapatkan penghargaan.
Karena itu sebaiknya para murid sebaiknya diajarkan mengenai larangan yang
harus dipatuhi dengan cara menunjukkan konsekuensi negatif apabila larangan itu
dilanggar. Penting untuk diperhatikan apabila ada tindakan terlarang dilanggar
sebaiknya tidak dibiarkan tanpa konsekuensi hukuman karena hal ini akan
menimbulkan disinhibitor yang akan
ditirunya dengan melakukan tindakan pelanggaran tersebut oleh siswa lain.
Contohnya siswa yang melihat siswa lain dihukum akibat datang terlambat maka ia
tidak akan mengikuti siswa yang terlambat tersebut.
4.
Vicarious motivation
Dalam pengamtan terhadap model, pengamat tidak hanya
mendapat dari informasi yang diamati tetapi juga dapat memotivasi mereka jika
konsekuensi perilaku tersebut memiliki nilai khusus yang berharga bagi
pengamat. Jadi suatu perilaku model yang diamati dan menghasilkan nilai yang
berharga maka pengamat akan termotivasi untuk meniru perilaku tersebut. Contoh
siswa di dalam kelas memperhatikan siswa lain yang melakukan usaha belajar
keras yang terus menerus dan akhirnya mendapatkan hasil prestasi yang baik,
maka akan memotivasi pada diri pengamat akan manfaat dari sebuah ketekunan
dalam belajar.
5.
Vicarious emotion
Banyak emosi yang didapat melalui pengamatan terhadap
model. Pengamat dapat terangsang dan kemudian mengkomunikasikan perasaan
tersebut melalui suara, posisi tubuh/kinestetik, ekspresi raut wajah sebagai
perilaku tambahan dari apa yang mereka katakana. Hal ini merupakan pengalaman
langsung dari pengamatan sehingga menimbulkan emosi yang sama seperti yang
ditunjukkan oleh model.
F. Teori
Belajar yang Melandasi Pembelajaran Observasional
Teori belajar yang melandsi pembelajaran observasional adalah teori
belajar sosial dari Albert Bandura. Teori belajar sosial merupakan perluasan
teori belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembankan oleh Albert
Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar
perilaku tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek isyarat pada
perilaku dan proses mental internal. Sehingga dalam teori belajar sosial kita
akan menggunakan penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan kognitif
internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Menurut teori
ini, melalui orservasi tentang dunia sosial kita dan melalui interpretasi
kognitif dari dunia itu, banyak sekali informasi dan penampilan keahlian
kompleks yang dapat dipelajari.
Menurut Bandura (dalam Dahar, 2011) dalam pandangan belajar sosial,
manusia tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipukul
oleh stimulus-stimulus lingkungan. Namun fungsi psikologis diterangkan sebagai
interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan pribadi dan determinan
lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang
dihadapkan pada seseorang tidak random namun lingkungan itu kerap kali dipilih
dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial
menganalisis suatu hubungan kontinu antara variabel-variabel lingkungan,
ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Perspektif ini
menyediakan interpretasi-interpretasi bagaimana kita mengatur perilaku kita
sendiri.
G.
Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Observasional
1.
Kelebihan Pembelajaran Observasional
a.
Mereduksi
dan mengeliminasi hambatan, misalnya seseorang yang takut ular, melihat orang
lain dengan mudah memegang dan menyentuh ular kemudian si pengamat berpikir bahwa
ular bukan hewan yang terlalu menakutkan sehingga kemudian ia akan berani
memegang ular.
b.
Dapat
membantu orang, terutama anak-anak dalam memperoleh tanggapan atau keahlian baru
hanya dengan mengamati perilaku orang lain
c.
Pembelajaran
observasional memunculkan adanya variasi dalam belajar, dimana pembelajaran
dapat berlangsung dengan interaksi kita dengan lingkungan.
d.
Pembelajaran
observasional merangsang kreativitas pengamat dalam mengadopsi kombinasi
berbagai karakteristik atau gaya yang diperlihatkan oleh model
e.
Menghambat
dan memfasilitasi respons, jika melihat orang lain menerima hukuman jika ia
berkelahi maka akan mencegah pengamat melakukan hal yang sama, di sisi lain
pada saat pengamat melakukan proses pengamatan memungkinkan pengamat melakukan
respons yang sama dengan model.
2.
Kekurangan Pembelajaran Observasional
a.
Teknik pemodelan
pembelajaran observasional adalah mengenai
peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
b.
Jika manusia
belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan, sudah
pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan
meniru tingkah laku yang tidak
diinginkan, termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Observational
learning adalah belajar dengan mengamati. Dimana dalam mengamati model tertentu
terjadi proses kognitif dalam orang ini kemudian akan membentuk perubahan
perilaku dan kepribadian orang tersebut.
Perilaku
peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika
kita meniru orang lain. Sebagian besar
tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian. Macam-macam peniruan diantaranya: peniruan langsung,
peniruan tidak langsung, peniruan gabungan, peniruan sesaat/seketika dan peniruan
berkelanjutan.
Proses berlangsungnya observation learning
terjadi dalam dua tahap yaitu proses akuisisi dan proses performance. Dalam
belajar observasional terdapat suatu konsep penting yaitu pengaturan diri
sendiri (self regulation). Bandura
berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan
perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya
sendiri. Teori belajar yang
melandasi pembelajaran observasional adalah teori belajar sosial dari Albert
Bandura yang mengatakan bahwa faktor kognitif, perilaku dan lingkungan memainkan
peranan penting dalam pembelajaran.
Kelebihan Pembelajaran
Observasional
a.
Dapat
membantu orang memperoleh tanggapan baru
b.
Memunculkan
adanya variasi dalam belajar
c.
Merangsang
kreativitas pengamat
Kekurangan Pembelajaran
Observasional
c.
Memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
d.
Pengamat
juga akan meniru
tingkah laku yang tidak
diinginkan
B.
Saran
Kepada
pada pendidik yang ingin menerapkan pembelajaran observasional agar
memperhatikan orang atau sesuatu yang dijadikan model agar lebih menonjolkan
hal-hal yang positif dan semampunya mengurangi hal-hal yang negatif sehingga
perilaku yang tidak diinginkan tidak kemudian ditiru oleh pengamat.
DAFTAR
PUSTAKA
Dahar,
R.W. 2011. Teori-Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta:Erlangga
Ruthirda.2012.Theory of Learning (Albert
Bandura). file:///C:/Users/user/Downloads/observational%20lerning/_%20%20Theory%20of%20Learning%20(Albert%20Bandura).html. Diakses Selasa, 25 Maret 2014 pukul 08.31 AM.
Uno,H.B.
2005. Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara